I.K.H.L.A.S

Bismillahirrahmaanirrahiim


Ikhlas adalah salah satu sifat terpuji dan merupakan salah satu bentuk amal hati yang kedengarannya mungkin sangat tidak asing lagi di telinga kita. Kedudukan ikhlas berada di barisan paling depan dibandingkan dengan sifat terpuji dan amal hati yang lain, karena ikhlas merupakan kunci diterimanya sebuah amal dan sebab sempurnanya amal itu sendiri. Secara bahasa ikhlas artinya bersih, murni dan khusus. Sedangkan secara istilah, ikhlas didefinisikan sebagai suatu pengosongan maksud (tujuan) untuk bertaqarrub kepada Allah SWT dari segala macam noda (kehidupan).

Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.



Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-An’am ayat 162:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Arti: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

Dalam ayat ini Allah telah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin untuk senantiasa berkeyakinan bahwasanya shalatnya, ibadahnya, hidupnya dan juga matinya semata-mata harus dilakukan hanya untuk Allah SWT. Hal ini berarti seorang muslim hendaknya harus memiliki keyakinan yang kokoh mengenai segala sesuatu yang dilakukannya di dalam kehidupan harus diniatkan karena Allah, sekalipun itu perbuatan yang jauh sekali kaitannya dengan ranah ibadah. Seperti halnya ketika kita melihat batu di tengah jalan, kemudian kita memiliki inisiatif untuk menyingkirkannya agar tidak ada orang yang celaka akibat batu tersebut, dan hal ini kita lakukan dengan ikhlas dan diniatkan membantu sesama demi kemaslahatan bersama dan semata-mata mengharap rahmat Allah Ta’ala. Perbuatan seperti ini juga bernilai ibadah, karena ada unsur ikhlas di dalamnya yaitu dengan mengharap rahmat Allah semata, bukan yang lain.

Di sinilah kita dapat melihat the power of ikhlas, ikhlas dapat menjadikan perbuatan yang tak bernilai ibadah menjadi perbuatan yang sangat bernilai ibadah dan pahala. Karena itu, bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan.


Buruknya Riya

Makna riya adalah seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik. Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
Riya juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik kecil.” Sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Riya. Allah berkata di hari kiamat ketika membalas amal-amal hamba-Nya, ‘Pergilah pada yang kamu berbuat riya di dunia dan perhatikanlah, apakah kamu mendapatkan balasannya?'” (HR Ahmad).
Dan orang yang berbuat riya pasti mendapat hukuman dari Allah swt. Orang-orang yang telah melakukan amal-amal terbaik, apakah itu mujahid, ustadz, dan orang yang senantiasa berinfak, semuanya diseret ke neraka karena amal mereka tidak ikhlas kepada Allah. Kata Rasulullah saw., “Siapa yang menuntut ilmu, dan tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wangi-wangi surga di hari akhir.” (HR Abu Dawud)


Nabi SAW bersabda:

Dari Umar bin Khaththab RA, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda; Amal itu hanyalah dengan niat, dan bagi setiap orang (balasan) sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa berhijrah (dengan niat) kepada Allah dan Rasul-Nya, maka (ia mendapatkan balasan) hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa berhijrah (dengan niat) kepada (keuntungan) dunia yang akan diperolehnya, atau wanita yang akan dinikahinya, maka (ia mendapatkan balasan) hijrahnya kepada apa yang ia hijrah kepadanya.”

Cukup jelas dalam hadits di atas dijelaskan bahwa ‘segala sesuatu tergantung pada niat’. Segala amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang telah diniatkannya. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa ikhlas yang dilakukan belakangan, atau sesudah kita terlanjur mengalami sesuatu misal kehilangan barang, maka ikhlas tersebut tetap dapat diberikan pahala ikhlas sebagaimana mestinya jika pada dasarnya memang diniatkan semata-mata karena Allah ta’ala, bukan karena kita ingin dipandang sebagai orang yang baik dan selalu memaafkan orang lain

Hal ini sangat perlu diperhatikan, karena mungkin ini hal sepele namun jika kita salah niat akibatnya fatal, karena ikhlas dimensinya adalah hal-hal yang abstrak, hubungannya dengan hati dan keimanan seseorang.

Oleh karena itu, kita hendaknya senantiasa menata niat kita ketika hendak melakukan suatu perbuatan. Dan diiringi dengan ikhlas lillahi ta’ala, karena ikhlas merupakan sebab diterimanya suatu amal perbuatan, dan kunci sempurnanya ibadah, dan juga entitas ikhlas yang sebenarnya tidak sesederhana yang kita ketahui, dan juga tidak semudah yang kita ucapkan.


Ikhlas itu letaknya di hati masing-masing manusia, dan hati manusia itu bisa berbolak balik. Maka keikhlasan seseorang hanya diketahui oleh dirinya dan Tuhannya.

Rasulullah SAW mengajarkan doa, agar kita diberi kekuatan hati untuk senantiasa ikhlas, yaitu :
يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
(Yaa Muqollibal Quluub, Tsabbit Qolbii ‘Alaa Diinika)
Baiklah, mungkin itu saja materi kita kali ini :)
Wallahu a'lam bisshawwab, Semoga kita semua senantiasa berada di jalanNYA dan senantiasa bersikap ikhlas atas setiap amal yang telah kita kerjakan, Aamiin
Wassalamu'alaykum warahmatullah wabarakatuh


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesan dan Pesan di Hari Ketiga Matrikulasi

Akhirnya Kembali Ngepost :'D

Lagi Suka sama Putri Indonesia 2010, Nadine Alexandra Dewi Amez